Aceh Utara, DOBRAK POST – Suasana pagi di Gedung Building Vendor, Lingkungan Point A, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara dipenuhi oleh puluhan warga yang bersemangat.
Mereka berkumpul untuk menggelar audiensi dengan PT Pema Global Energi (PGE), membawa harapan dan tuntutan yang mendalam dalam hati mereka. (04/11/24).
Di tengah kerumunan, terlihat tokoh pemuda, mahasiswa, dan dua anggota DPRK Aceh Utara, Hanafiah Arasyah dan Abdul Mutaleb Taliban, yang turut menunjukkan dukungannya.

Ketika waktu menunjukkan pukul sepuluh, suasana di dalam ruangan mulai serius. Diskusi dimulai, dan semua orang tahu bahwa saatnya berbicara mengenai masa depan mereka telah tiba.
Pengawalan ketat oleh puluhan aparat TNI dan Polri menambah ketegangan, seolah menunjukkan betapa pentingnya pertemuan ini.
Ketua Forum Geuchik Tanah Luas, Alhalim, S.E., berdiri di depan dan menatap para hadirin. Dalam suaranya yang tegas dan penuh semangat, ia mengawali penyampaian tuntutan.
“Masyarakat kita berhak untuk mengetahui bagaimana kebijakan perekrutan di PT Pema Global Energi. Banyak pemuda lokal yang memiliki potensi, namun belum diberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam perusahan milik daerah,” ujarnya.
Dengan nada penuh makna, ia menambahkan, “Ibarat kata, yang makan besi adalah karatanya sendiri. Jika masyarakat belum sejahtera, maka yang salah adalah perusahaan yang berada di samping rumah sendiri.”
Ucapan itu disambut dengan anggukan dan sorakan dukungan dari para audiens, menandakan solidaritas yang kuat di antara mereka.
Di sisi Rudi Manajer PT Pema Global Energi, terlihat Agus Salim, selaku humas, agus serius memperhatikan setiap pernyataan yang disampaikan, ia juga mencatat seluruh pertanyaan.
Ketika gilirannya berbicara tiba, Rudi merespons dengan diplomatis. “Kami telah melakukan pemetaan pemangku kepentingan dan mengidentifikasi tokoh-tokoh yang perlu dijaga,” ungkapnya.
Sehingga, tidak dapat mengakomodir hanya tututan APDESI saja, “Ini bukan forum Apdesi,” Rudi salah mengira, ia fikir apa yang dituntut Halim semata tututan kepentingan Apdesi, bukan masyarakat ring-1.
Dan, saat ia menyatakan, “Block B sudah tidak menarik untuk dikelola karena menurunnya hasil produksi gas di kawasan ini. Kami saat ini hanya mengelola sumur tua,” audiens kembali dibuat heran.
Pernyataan ini menimbulkan kecemasan di wajah beberapa peserta, menggambarkan ketidakpastian tentang potensi investasi yang menurun dan dampak negatif yang bisa ditimbulkan.
Salah seorang pemuda langsung menanggapi, “Kami butuh kejelasan! Kami ingin kesempatan kerja yang fair!” teriaknya, disambut seruan dukungan dari yang lain.
Rudi melanjutkan, menekankan bahwa kondisi tersebut memang memengaruhi peluang mereka untuk berinvestasi lebih jauh.
Mahasiswa pun bertanya-tanya, apakah ini berarti masa depan mereka di industri migas semakin menurun? Namun kenapa mereka tetap beroperasi jika kilang tak lagi produktif?
Mahasiswa tidak hanya hadir untuk menuntut, tetapi juga untuk menyampaikan harapan mereka. Beberapa di antara mereka meminta agar PT PGE tidak hanya sekadar mematuhi formalitas dalam menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Tetapi juga secara aktif melibatkan mahasiswa dalam pengambilan keputusan. “Kami ingin mendapat kerja, itu saja!” sebut seorang mahasiswa, dan seluruh ruangan bergetar dengan dukungan.
Di tengah diskusi yang penuh emosi ini, Alhalim memaparkan poin-poin tuntutan masyarakat. “Kami meminta kesempatan kerja yang adil untuk pemuda lokal, optimasi dana CSR untuk kesehatan dan ekonomi, serta program pemberdayaan yang nyata,” jelasnya dengan berapi-api.
Ia menekankan pentingnya pelatihan keterampilan dan dukungan untuk usaha kecil agar masyarakat dapat merasakan dampak positif dari kehadiran perusahaan.
Mendengar tuntutan tersebut, Rudi tampak serius mendengarkan. Di akhir audiensi, Alhalim menegaskan, “Audiensi damai ini bukan sekadar protes. Ini adalah ajakan untuk bersama-sama membangun hubungan yang saling menguntungkan.”
Suasana di dalam ruangan menjadi hangat, penuh harapan akan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat.
Audiensi ini bukan hanya sekadar pertemuan formal, ini adalah cermin dari harapan, perjuangan, dan kebutuhan masyarakat Tanah Luas untuk mendapatkan pengakuan dan kesempatan yang lebih baik.
Dengan harapan yang tersimpan di hati, mereka pulang dengan tekad bahwa dialog ini adalah langkah awal menuju keterlibatan yang lebih berarti dari PT Pema Global Energi dalam pembangunan dan kesejahteraan lokal.
Masyarakat percaya, hanya dengan komunikasi yang terbuka dan transparansi, dapat membawa keharmonisan masyarakat lingkungan dan PT. PGE, dan seluruh petisi yang disampaikan, akan ditanda tangani bersama pada hari berikut nya.