Lhokseumawe, DOBRAKPOST – PT Pembangunan Aceh (PEMA), badan usaha milik Pemerintah Aceh yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Aceh, kini tengah menjadi sorotan publik.
Sekitar sebulan terakhir, mencuat informasi adanya surat tanpa identitas resmi, yang disebut-sebut berasal dari karyawan internal yang ditujukan kepada Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf.
Surat tersebut berisi keluhan terhadap kinerja Direktur Utama PT PEMA, Mawardi Nur, dan menyarankan agar dilakukan evaluasi atas kepemimpinannya.
Sebagai badan usaha milik aceh, PT PEMA memiliki mandat strategis, meningkatkan pembangunan, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta memperbesar kontribusi terhadap Pendapatan Asli Aceh.
Maka, dinamika dalam tubuh PEMA menjadi isu yang tak bisa dilepaskan dari kepentingan publik.
Menanggapi isu ini, Muhammad Fadli, pemuda Aceh, memberikan pandangan kritis namun proporsional. Dalam keterangannya kepada media pada Rabu (30/04/2025).
Fadli menegaskan pentingnya membedakan antara kritik membangun dan desakan yang bisa memunculkan konflik kepentingan.
Menurut Fadli, kritik itu penting untuk memperbaiki sistem dan tata kelola, apalagi bagi institusi publik. Namun, kritik harus bersifat konstruktif dan tidak menyerang personal.
“Jika benar ada surat kaleng yang dikirim kepada Gubernur, kita perlu menyikapinya dengan jernih dan melihatnya dari berbagai perspektif,” ungkap Fadli.
Ia juga menyoroti latar belakang politik dalam penunjukan pimpinan BUMD. Menurutnya, jabatan Dirut PEMA bukan posisi sembarangan, dan jika ada pihak yang mencoba menggunakan kritik sebagai sarana untuk mendesak pergantian jabatan, maka objektivitas niat tersebut perlu dipertanyakan.
“Kalau tujuannya murni untuk evaluasi kebijakan, tentu bisa disampaikan langsung melalui mekanisme internal. Tidak harus melalui surat kaleng, apalagi sampai disebarluaskan ke media. Ini soal etika dan tanggung jawab bersama dalam membangun institusi,” tambah Fadli.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk menunjukkan kapasitasnya dalam memimpin.
Dirut PEMA, Mawardi Nur, merupakan sosok muda yang baru beberapa bulan lalu diamanahkan memimpin PEMA oleh Gubernur Aceh.
“Langkah Gubernur mempercayakan posisi strategis ini kepada anak muda adalah keputusan berani sekaligus progresif. Kita harus beri ruang kepada generasi muda untuk membuktikan bahwa mereka mampu menjalankan mandat besar ini. Jangan buru-buru menghakimi,” kata Fadli.
Menurutnya, keberhasilan PEMA dalam mewujudkan pembangunan ekonomi Aceh tidak hanya bergantung pada sosok pimpinan, tetapi juga pada kolaborasi internal, iklim kerja yang sehat, dan keberanian untuk berinovasi.
Fadli percaya bahwa dengan dukungan yang tepat, generasi muda dapat membawa perubahan nyata.
“Kalau memang ada yang perlu dikritisi, sampaikan dengan cara yang elegan. Kita ingin PEMA tumbuh sebagai BUMD profesional, bukan arena tarik-menarik kepentingan,” pungkasnya. ®™