Banda Aceh, DOBRAK POST – Dalam sidang pertama kasus korupsi yang menyedot perhatian publik, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Partai Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yahya, disebutkan memiliki aspirasi atau pokok-pokok pikiran (pokir) di Badan Reintegrasi Aceh (BRA) terkait proyek pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Aceh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Jumat, 8 November 2024.
JPU mengungkapkan bahwa pada September 2023, terdakwa yang juga Ketua BRA, Suhendri, berkoordinasi dengan saksi Zamzami untuk mengalihkan anggaran kegiatan sosial menjadi proyek pengadaan bibit ikan kakap dan pakan rucah.
Proyek ini, menurut dakwaan, merupakan bagian dari aspirasi atau pokir milik Saiful Bahri, anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR Aceh hingga Oktober 2023. Suhendri, sebagaimana disampaikan JPU, meminta Zamzami mencari kelompok tani di Aceh Timur yang siap menerima bantuan ini.
Namun, investigasi mengungkap fakta mengejutkan, bantuan yang seharusnya diberikan kepada sembilan kelompok korban konflik di Aceh Timur dengan total anggaran mencapai Rp 15,7 miliar ternyata tidak sampai pada mereka. Dana ini bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Perubahan (APBA) 2023 dan seharusnya direalisasikan mulai 7 hingga 30 Desember 2023.
Kasus ini mulai diselidiki Kejaksaan Tinggi Aceh bersama Kejaksaan Negeri Aceh Timur sejak Mei 2024. Pada 15 Juli 2024, Suhendri dan empat orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka, dengan penahanan dilakukan pada 15 Oktober. Pengakuan saksi yang menyebut bantuan tak diterima menambah dugaan adanya penyelewengan dalam proyek ini, yang kini menjadi sorotan besar masyarakat Aceh.
Mampukah pengadilan membongkar tuntas kasus ini? Dan benarkah Saiful Bahri terlibat dalam pengalihan dana aspirasi ini? Persidangan berikutnya diperkirakan akan semakin panas seiring upaya JPU menguak dalang di balik proyek yang disebut-sebut hanya menjadi ilusi bagi kelompok korban konflik yang sangat mengharapkannya.