Aceh Tenggara, DOBRAK POST – Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara telah melaksanakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara kepada Muhamad Rapi alias BOB.
Terpidana dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan ternak sapi sebanyak 200 ekor pada Dinas Pertanian Aceh Tenggara tahun 2019, yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus (DOKA).
Selain pidana penjara, Muhamad Rapi juga dikenai denda sebesar Rp100 juta.
Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara melalui Kasi Intelijen, Dedy Maryadi, Muhamad Rapi bertindak sebagai supplier pengadaan sapi melalui UD Sultan Keda, yang secara de jure dipimpin oleh istrinya, Rosawati.
Namun, berdasarkan fakta persidangan, terpidana sepenuhnya mengendalikan aktivitas usaha tersebut.
Muhamad Rapi menyuruh pekerjanya, Muhammad Yasin, untuk membeli sapi di wilayah Simalungun, Sumatera Utara. Proses pengadaan dilakukan tanpa memenuhi syarat yang tertuang dalam spesifikasi teknis atau Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Sapi dibeli secara eceran, tanpa pemeriksaan kesehatan, tanpa dokumen resmi seperti kuitansi, dan pengangkutan dilakukan secara asal-asalan.
“Akibat perbuatan tersebut, negara dirugikan sebesar Rp1,07 miliar, sebagaimana hasil audit dari Inspektorat Aceh dalam Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: 700/01/PKKN/IA-IRSUS/2023,” jelas Dedy.
Perkara ini sempat mengalami dinamika di pengadilan. Pada tingkat pertama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh membebaskan terdakwa melalui putusan Nomor: 68/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bna tanggal 11 Maret 2024. Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung melalui putusan Nomor: 5544 K/Pid.Sus/2024 tanggal 1 Oktober 2024 menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara.
Jika uang pengganti tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana akan disita dan dilelang.
Apabila harta tidak mencukupi, maka terpidana akan menjalani pidana pengganti selama satu tahun penjara.
Putusan juga menyebutkan sejumlah barang bukti, mulai dari dokumen hingga item lainnya yang terkait pengadaan sapi, yang dirampas untuk negara. Selain itu, terpidana dibebankan biaya perkara sebesar Rp2.500 di tingkat kasasi.
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dalam penggunaan dana otsus serta tata kelola pengadaan barang dan jasa. Modus pengadaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis hingga pengawasan yang minim menjadi celah korupsi.
Peran pihak-pihak terkait, termasuk pengawasan internal dan pihak kontraktor lainnya, juga patut dievaluasi.
Vonis terhadap Muhamad Rapi diharapkan menjadi pembelajaran bagi pelaksana proyek dan pemangku kebijakan agar lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan negara.
Pemberantasan korupsi membutuhkan komitmen tidak hanya dari aparat penegak hukum, tetapi juga dari semua elemen masyarakat.